Minggu, 07 Juni 2020

GADIS DALAM GELEMBUNG

#NAD_30HariMenulis2020
#Hari_ke_7
#NomorAbsen_222
Jumlah kata : 992 kata (hanya isi)

GADIS DALAM GELEMBUNG



"Bagaimana perasaanmu saat ini?"

Dokter Laiyla memandang sosok di depannya lekat. Gadis remaja itu masih terdiam dengan pandangan yang nyaris kosong.

"Anna? Kamu mendengarku?"

Mata Anna mengerjap. Sesaat ia melirik ke arah Dokter Laiyla, psikiaternya. Namun, tak ada suara yang keluar. Ia malah menunduk. Jari-jari tangan kanan menyentuh perlahan perban yang melintang di pergelangan tangan kirinya.

Anna dilarikan ke rumah sakit oleh ibunya setelah ditemukan terkapar dalam kubangan darahnya sendiri di kamar mandi rumahnya. Dokter Laiyla, psikiater rumah sakit yang menangani Anna masih harus terus menggali, motif gadis itu sampai menyayat urat nadi lengan kirinya sendiri.

"Anna?"

"Aku lelah, Dok. Boleh beristirahat?" kata gadis itu. Pelan, nyaris serupa bisikan.

Dokter Laiyla menarik napas. Ia mengangguk. Percuma memaksa Anna bicara. Sudah beberapa sesi ia jalani setelah Anna cukup pulih dari lukanya, tetapi ia belum berhasil mengorek informasi terkait penyebab utama depresi berat yang dialami gadis itu.

Informasi yang didapat dari orang tua pada sesi sebelumnya, hanya dapat menyimpulkan bahwa selama ini Anna adalah seorang anak yang introvert. Hal yang sudah ia duga berdasarkan pengamatannya selama menangani Anna. Sementara informasi lain terkait percobaan bunuh diri itu belum berhasil ia peroleh. Bahkan orang tua Anna pun masih bertanya-tanya mengapa. Dokter Laiyla mulai berpikir untuk mencari cara lain mengorek informasi pada sesi-sesi Anna berikutnya.

***

Anna menjerit histeris pada pertemuan di sesi berikutnya. Ia mengamuk dan mengancam menyakiti diri sendiri jika dokter Laiyla mendekat. Hingga dengan terpaksa, dokter meminta dua perawat yang mendampinginya untuk menyuntikkan obat penenang.

Di ruangannya Dokter Laiyla termenung. Anna seperti sedang membangun benteng perlindungan tak kasat mata bagi dirinya. Ia tak ingin orang lain memasuki zona pribadinya. Mungkinkah ada trauma yang menyebabkan gadis itu berperilaku demikian? Dokter Laiyla membuka buku catatannya, menuliskan sesuatu di sana sambil sesekali membolak-balik catatannya tentang Anna.

Tak lama ia terlihat mengambil gagang pesawat telepon di sisi mejanya. Melakukan panggilan dan berbicara sangat serius dengan lawan bicaranya di seberang sana. Berkali-kali ia membuka bukunya, mencatat, membolak-balik lagi catatannya seperti mengkonfirmasikan sesuatu. Ada sebuah dugaan yang harus ia buktikan.

***

"Anna! Aku harus melakukan sesuatu selama beberapa waktu. Bisakah kamu menungguku?" Dokter Laiyla menatap Anna yang duduk di depannya. Anna hanya mengangguk.

Itu adalah sesi yang ke sekian Dokter Laiyla bersama Anna. Anna sendiri sudah lama keluar dari rumah sakit. Hanya saja, secara kejiwaan, gadis itu masih harus berada dalam pengawasan. Ia melanjutkan sesi terapi bersama Dokter Laiyla dua minggu sekali di klinik pribadi milik sang dokter.

Berbagai pendekatan dilakukan Dokter Laiyla untuk dapat sekedar 'menjangkau' Anna dan masuk ke dalam zona pribadi gadis itu. Sulit pada awalnya, sebab di mata Anna, semua orang adalah musuh yang perlu diwaspadai. Namun kerja keras Dokter Laiyla membuahkan hasil. Kini Anna sudah cukup membuka diri padanya. Hanya sedikit. Namun celah kecil itu tak ingin disia-siakan oleh Dokter Laiyla.

Dokter paruh baya itu akhirnya menemukan adanya riwayat perundungan yang dialami oleh Anna. Tidak hanya sekali. Puncaknya perundungan yang dilakukan teman-temannya secara verbal di sekolah maupun di dunia maya. Dokter Laiyla berhasil menemukan jejak digital perundungan itu.

"Baik. Kalau begitu, kamu tunggu di sini. Sambil menunggu, kamu boleh menggambar. Aku punya setumpuk kertas gambar dan krayon di sini. Boleh kamu gunakan."

Dokter Laiyla berdiri, kemudian berjalan meninggalkan Anna. Ia menoleh sebentar sebelum membuka pintu. Mendapati Anna sedang memperhatikannya. Dokter Laiyla tersenyum lalu bergegas ke luar.

Dokter Laiyla masuk ke ruang lain di kliniknya. Beberapa orang menunggu di depan layar monitor. Ia segera menghampiri mereka.

"Sudah siap?" tanyanya.

"Pengamatan sudah dimulai," jawab salah seorang dari mereka sambil menunjuk layar monitor. Dokter Laiyla mendekat. Ia menatap layar sambil tersenyum lebar. Di sana terlihat Anna yang sedang menunduk di atas kertas gambar di meja kerja Dokter Laiyla. Tangannya bergerak mengguratkan crayon dengan lincah di atas permukaan kertas.

***

"Jadi, siapa dia?"

Dokter Laiyla menunjuk ke arah kertas gambar di tangannya. Itu gambar yang tadi dibuat Anna saat ia tinggalkan. Menggambar adalah hobby Anna yang berhasil diketahui Dokter Laiyla pada akhirnya. Boleh dibilang, itulah keahlian gadis itu. Dokter Laiyla mengagumi kehalusan gambar yang kini ada di tangannya.

Anna terlihat gelisah. Bibirnya terbuka, sepertinya dia masih ragu untuk menjawab. Dokter Laiyla mengalihkan pandangannya dari gambar. Ia menatap Anna lembut.

"Apakah itu kamu?" tanya Dokter Laiyla. Mata Anna mengerjap. Ia menatap Dokter Laiyla dengan pandangan penuh tanya.

"Bagaimana Dokter tahu?"

"Jadi benar itu kamu?" Dokter Laiyla kembali tersenyum. Ia melihat lagi gambar di tangannya. Seorang gadis sedang duduk dalam sebuah gelembung besar sambil menopangkan dagu pada lututnya. Gelembung itu melayang rendah, sementara di luar gelembung, banyak sekali orang mengelilinginya. Anna mengangguk.

"Itu aku," katanya lirih.

"Mengapa dalam gelembung? Apa kamu membayangkan berkeliling dunia dengan gelembung ini?" Pancing Dokter Laiyla. Anna menggeleng.

"Itu aku, Dok. Aku yang hidup dalam gelembung."

"Kamu apa?"

"Sejak dulu--" Anna terlihat ragu. Lama ia menatap Dokter Laiyla. Sang dokter memberi isyarat agar gadis itu tidak ragu-ragu untuk melanjutkan ceritanya. "Sejak dulu aku selalu merasa hidup dalam gelembung. Aku hidup bersama orang-orang, banyak orang, tetapi tak pernah benar-benar bersama. Aku ... ada gelembung transparan yang memisahkanku dengan mereka. Sekuat apa pun aku berusaha keluar, gelembung itu kembali memerangkapku." Anna terdiam sesaat. Sedikit terengah-engah. Berbicara cukup banyak rupa-rupanya menguras energi Anna.

"Aku tahu, sebagian orang menganggapku aneh. Pada akhirnya mereka membullyku karena itu. Mereka tidak tahu sekuat apa aku berusaha. Mereka tidak pernah mengerti. Akhirnya, aku merasa lebih nyaman berada dalam gelembungku. Aku membangun gelembung yang lebih kuat. Duduk memandang ke luar dari dalamnya. Tetapi mereka terus saja mengusikku. Menggangguku. Bahkan di dunia maya, tempat aku bisa sejenak keluar dari dalam gelembungku. Rasanya aku mau mati saja. Itulah yang sedang kulakukan sebelum mama menemukanku malam itu. Membawaku ke rumah sakit, dan akhirnya bertemu denganmu." Air mata Anna berderai.

Dokter Laiyla termenung. Jadi, itulah penyebabnya. Kalau begitu dugaannya tidak meleset. Perundungan selalu berdampak buruk bagi yang mengalaminya. Amat buruk. Sesaat ingatannya melayang ke waktu-waktu yang lampau. Kenangan pahit yang pernah ia alami sendiri. Dipandanginya wajah penuh air mata Anna. Kini ia dapat mengerti perasaan gadis yang ada di hadapannya.

"Anna. Tenanglah, kita akan menghadapi ini bersama-sama. Aku akan membantumu."

*Tamat*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...