Jumat, 05 Juni 2020

CERITA PENGANTAR TIDUR AYLA

#NAD_30HariMenulis2020
#Hari_ke_5
#NomorAbsen_222
Jumlah kata : 953 kata (hanya isi)

CERITA PENGANTAR TIDUR AYLA




"Pada zaman dahulu kala--"

"Mama, Ayla bosan!" Tiba-tiba saja Ayla menyela kalimatku.

"Eh?" Aku mengernyit heran.

"Pasti mama mau cerita kancil lagi, 'kan?"

"Bagaimana kamu tahu?" Aku mengubah posisiku menghadap ke arah Ayla.

"Itu tadi." Bibir mungi Ayla mengerucut.

"Itu apa?"

"Mama mengawali ceritanya dengan 'pada jaman dahulu kala,' itu pasti cerita kancil. Seperti cerita Mama kemarin-kemarin," protes gadis kecil itu. Aku terbahak.

"Jadi, kamu tidak mau kalau mama cerita kancil?" Kucubit ujung hidungnya dengan gemas.

"Tidak. Ayla bosan!" Ayla mengelak dari cubitanku yang berikutnya.

"Lalu kamu mau Mama cerita apa?"

"Mmm ... sebentar, Ayla pikir dulu." Mata Ayla mengerjap. Ia tampak berpikir keras.

"Apa?" Aku tak sabar.

"Mmm ... Ayla nggak tahu, Mama. Pokoknya Ayla mau Mama cerita yang seru. Jangan kancil melulu.

Lagi-lagi aku tergelak sambil mengacak rambut ikalnya. Bocah enam tahun itu ikut tertawa.

"Oke. Dengar ya, pada suatu hari--"

"Aaah, Mama jangan cerita itu." Lagi-lagi Ayla menyela kalimatku.

"Kenapa? Ini bukan cerita kancil," kataku.

"Iya, tahu, itu cerita kelinci lomba lari dengan kura-kura. Cerita itu juga sudah bosan Mama. Ayo cerita yang lain lagi." Ayla mulai merengek.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum mulai lagi mencoba menceritakan sebuah dongeng pada Ayla.

"Pada suatu hari di sebuah hutan ... "

"Itu cerita keluarga beruang! Ayla nggak mau!" Rengekan Ayla semakin menjadi. Fyuh, baiklah, aku menyerah.

"Mas! Mas Arshaka! Sini! Ini Ayla minta didongengi!"

Itu jurus terakhirku jika kewalahan menghadapi permintaan Ayla. Panggil saja papanya. Hahaha.

Mas Arsaka melongok dari ambang pintu. Ayla melonjak-lonjak senang menyambut kedatangannya. Aku segera saja menyingkir. Jika sudah begini, biarkan saja mereka menghabiskan waktu berdua. Aku? Ooo, aku bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk merawat wajah atau apa di kamar sebelah. Me time. Haha.

***     ***     ***

Aku baru saja akan membersihkan sisa-sisa masker di wajah saat Mas Arshaka masuk.

"Ayla sudah tidur?" tanyaku. Mas Arshaka mengangguk. "Kok lama?" Aku melirik jam yang menempel di dinding kamar. "Memang tadi cerita apa?"

"Kisah-kisah sahabat nabi."

"Waaah, untung ada kamu, Mas. Ayla sekarang nggak mau lagi diceritai dongeng-dongeng anak."

"Iya. Dia sudah mulai kritis. Tadi waktu aku sedang cerita pun banyak disela oleh Ayla. Bertanya itu ini, ini itu. Cerewetnya persis kamu." Aku tergelak mendengar ucapan Mas Arshaka.

"Makanya aku kewalahan akhir-akhir ini menghadapi Ayla menjelang waktu tidurnya," keluhku.

"Kenapa?" Mas Arshaka membaringkan tubuhnya di atas kasur. "Tinggal baca saja banyak buku--yang sesuai dengan usia Ayla tentu--lalu nanti kamu ceritakan ulang."

"Itu yang agak sulit, Mas. Aku nggak punya waktu untuk bisa membaca banyak buku."

"Nggak punya waktu atau nggak mau menyisihkan waktu?" Ejek Mas Arshaka sambil tersenyum lebar.  Kulempar bantal ke arahnya. Dia mengelak sambil tertawa-tawa.

***     ***     ***

"Yakin, nih, Ayla mau nginap di rumah Bimby seminggu?" Aku kembali bertanya pada Ayla saat mengantarnya ke teras rumah. Ayla mengangguk kuat.

Di halaman, adikku Kenanga dan anaknya Bimby menyambut Ayla.

"Udah, sih, Kak. Kayak mau melepas Ayla kemana aja. Dia kan cuma ke rumahku. Lagi pula hanya seminggu." katanya.

"Iya, iya, tapi nanti kalau dia rewel atau apa, telpon aku."

"Aman. Tapi kayaknya nggak deh. Lihat itu, malah sepertinya Ayla sudah nggak sabar."

"Yah, pokoknya, aku titip Ayla. Kalau ada apa-apa, kamu telepon aku."

"Siap! Aku pergi dulu, Kak. Eh, Ayla, salam dulu sama Mama ya." Kenanga mengingatkan Alya.

"Mama, Alya pergi ke rumah Bimby dulu ya. Daah, Mama!"

"Daah, Ayla. Baik-baik ya, di rumah Bimby. Nurut sama Tante!" seruku.

Aku masih melambaikan tangan saat mobil yang dikemudikan Kenanga menghilang di tikungan jalan. Setelahnya aku berbalik. Baru saja Ayla pergi, tapi rasa rindu sudah menyergap. Apalagi saat melihat rumah yang lengang, dengan mainan-mainan Ayla yang bertebaran di mana-mana.

Fyuh!

Ini pertama kali aku melepas Ayla jauh dariku. Untung ada Mas Arshaka yang selalu menenangkan.

"Sudahlah, biar. Sesekali Ayla jauh dari kita tidak apa-apa," katanya, "lagi pula, dia hanya di tempat adikmu. Bukan ke mana-mana. Lihat sisi positifnya saja."

"Apa?"

"Kamu  jadi tidak perlu bingung-bingung lagi 'kan, mau bercerita apa pada Ayla sebagai pengantar tidurnya. Satu minggu bebas tugas loh." Mas Arshaka terbahak. Aku diam, tetapi dalam hati bersorak senang. Betul juga yang Mas Arshaka katakan.

Ternyata memang benar, aku tidak perlu merisaukan Ayla yang menginap di rumah adikku. Setiap hari Kenanga menelpon, melaporkan bahwa Ayla baik-baik saja. Saat kami melakukan video call, kulihat Ayla juga sangat ceria. Jadi ya, kuakui, kekhawatiranku memang berlebihan.

Satu minggu berlalu tanpa terasa. Mas Arshaka menjemput kembali Ayla. Bocah itu berlari sambil berteriak memanggilku saat ia tiba di rumah. Kami berpelukan erat seperti sudah seabad tak berjumpa.

Selama satu minggu ini, aku sudah membaca banyak kisah. Persediaan jika nanti Ayla memintaku bercerita menjelang dia tidur.

Waktunya tiba. Ayla sudah siap di pembaringannya. Selimut bergambar little pony sudah menyelubungi tubuh mungilnya.

"Mama, cerita dulu!"

Aha! Ini dia. Aku tersenyum lebar penuh percaya diri.

"Oke!" kataku. "Mama punya kisah yang bagus untuk Ayla."

"Oh ya?"

"Iya dong!"

"Mana?"

"Dengarkan ya. Alkisah, di suatu negeri di timur tengah sana--"

"Mama mau cerita tentang Aladin dan lampu wasiat?"

"Hah? Kok Ayla tahu?"

"Papa sudah pernah cerita itu," celetuk Ayla.

"Kalau kisah sahabat nabi?" tanyaku.

"Sahabat yang mana? Bilal sudah, Abbas ibnu firnas, Zaid bin Haritsah, Ham--"

"Semua sudah Ayla dengar?"

"Iya. Papa yang cerita. Mama cerita yang lain aja. Atau cerita-cerita kayak yang diceritakan Tante kemarin. Iya, Ma yang itu aja."

"Cerita apa?"

"Cerita seru, Ma. Ayla suka."

"Memangnya kemarin Tante Kenanga cerita apa?" Aku semakin penasaran.

"Ada banyak, Ma. Perebut Tanah Wakaf Mati Tersengat Listrik, Jenazahnya Hanyut; Penyiksa Anak Yatim Mati dengan Perut Membengkak Disengat Ribuan Tawon, Kerandanya Terkena Badai--"

"Stop, stop Ayla!" kataku. Ayla berhenti bicara. Aku memberi isyarat agar dia tetap di tempat. Kusambar ponsel lalu bergegas ke luar sambil menekan nomor Kenanga.

"Assalamualaikum! Halo, Ka--"

"Kenapa anakku kamu cekokin cerita-cerita azab ala sinetron ikan terbang?"

Tuuut, tuut, tuuut

Apa dimatikan?

"Awas kamu, Kenangaaaa!"

*Tumit*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...