Jumat, 20 Desember 2019

BINTANG KECIL

BINTANG KECIL
Oleh Lily N. D. Madjid


Malam ini cerah sekali, walau bulan hanya sebentuk sabit. Langit bersih. Bintang-bintang bertaburan di langit. Aku suka suasana seperti ini. Aku suka memandang taburan bintang di langit sana, seperti taburan permata di tiara milik mama. Aku suka membayangkan diriku duduk di lengkungan bulan sabit itu.

Bintang kecil di langit yang biru
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
Jauh tinggi ke tempat kau berada

Kusenandungkan lagu kesukaanku.  Dulu, mama yang mengajariku lagu itu. Kugumamkan berulang-ulang. Kuayunkan dua kaki seiring larik-larik lagu yang keluar dari bibirku. Ayunan yang kududuki melambung semakin tinggi dan ssemakin tinggi. Biasanya, jika kunyanyikan lagu itu, mama akan ikut bernyanyi bersamaku. Ia bernyanyi sambil memelukku dan kami memandang ke arah langit berdua.

Bintang kecil di langit yang biru
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
Jauh tinggi ke tempat kau berada

Tetapi kini tak ada  lagi mama. Dia telah tiada. Kutemukan ia dengan belati menancap di dada, suatu hari, sepulangku dari sekolah. Darah membasahi seluruh tubuhnya. Aku menjerit-jerit mamanggilnya. Tetapi dia diam saja. Hanya matanya saja yang terbuka, menatap ke langit sana. Mungkinkah mama menatap bintang kesayangan kami? Tetapi di siang hari tak ada bintang yang bertaburan, bukan?

Lalu nenek dan kakek membawaku ke sini. Ke desa tempat mereka tinggal. Kata mereka aku tak mungkin tinggal sendiri setelah mama pergi, dan papa mendekam di balik jeruji. Aku pun berpikir begitu. Terlalu menyedihkan kenangan yang tertinggal di rumah itu. Sampai sekarang aku bahkan tak tahu, apa yang membuat papa tega menyarangkan belatinya di dada mama. Bukankah selama ini mereka saling mencinta?

Di desa ini aku lebih tenang. Tak ada lagi mimpi buruk tentang kematian mama dalam tidurku. Apalagi di desa kecil ini, langitnya selalu lebih indah di malam hari. Seperti malam ini. Kau lihat? Bintang bertaburan di atas sana. Gemerlap tak terkira. Apakah mama ada di sana? Duduk di antara lengkung bulan sabit, menikmati kilauannya?

Kupejamkan mata. Membayangkan mama dengan senyumnya. Dengan suara merdunya. Kuhapus bayanganku tentang mama di saat terakhir aku melihatnya. Ya. Akan kuhapus saja. Hanya yang terindah saja tentang mama yang boleh tersisa dalam kenangan di kepala. Juga dalam dada.

Bintang kecil di langit yang biru
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
Jauh tinggi ke tempat kau berada

Udara terasa dingin menggigit. Kuusap tengkukku yang meremang. Sejenak aku terdiam. Ada yang ikut bersenandung di sana. Entah di mana. Lirih suaranya mengalun lembut. Kutajakan pendengaran, juga mencari dari mana suara itu berasal.

Bintang kecil di langit yang biru
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
Jauh tinggi ke tempat kau berada

Ah, di sana. Di bawah rerimbun pohon angsana, kulihat sebuah siluet berdiri tegak menghadap ke arahku. Mataku terpicing. Bayangan itu seperti sosok tak asing. Dan senandungnya yang mengiringi gumam laguku, bukankah suara yang begitu kukenal?

Bukankah itu … Mama?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...