Rabu, 08 Desember 2021

KETIKA KITA MEMANDANG SESUATU DARI SUDUT YANG BERBEDA

 

Ketika Kita Memandang Sesuatu dari Sudut yang Berbeda

Sebuah coretan kecil  Lilynd Madjid



Baru saja ingin kutuliskan sebuah ide yang berkelebat di kepala tentang bagaimana jika kita sesekali mengubah cara pandang kita terhadap satu hal? Mungkin saja perubahan sudut pandang itu akan memberi pemahaman baru pada diri kita terhadap hal tersebut. Bisa jadi  pemahaman yang muncul  tersebut  akan membawa kita untuk berpikir lebih objektif, atau memberi perspektif yang lebih jelas terhadap hal atau permasalahan yang sedang kita hadapi itu—yang pada akhirnya mengarahkan kita menjadi jauh lebih baik dalam menyikapi suatu permasalahan.

Belum sempat menuliskannya, aku terjeda oleh percakapan daring dengan kawanku, Mpus. Kami  memang sedang membicarakan alur cerita cerbung yang sedang kuselesaikan dan sedang kuikutkan dalam sebuah kompetisi. Kukatakan padanya, bahwa aku akan membuat tokoh utama dalam cerita tersebut mengalami sebuah titik balik, sampai dia pada akhirnya berhijrah (karena cerbung ini memang bergenre religi).

Tak kuduga, Mpus malah bertanya, “Hijrah seperti apa? Kulihat selama ini si tokoh sudah memiliki karakter yang baik.”

Wah!

Benarkah dalam pandangan Mpus—sebagai pembaca—si tokoh ini memiliki karakter yang baik? Padahal rasanya, selama ini aku—dengan sudut pandangku sebagai penulis cerita—Ingin menggambarkan tokoh tersebut sebagai sosok yang ‘tidak baik-baik banget’. Bahkan sebenarnya aku ingin menggambarkan dia sebagai tokoh yang cukup urakan, dan mendapat masalah dari ke-urakan-annya itu.

Akan tetapi, menyimak penilaian Mpus—yang membuatku seketika melakukan semacam  kilas balik atau mereviu ulang perjalanan si tokoh sejak awal cerita—aku baru menyadari satu hal yang sepertinya kurang kucermati selama ini: Aku membentuk si tokoh, kurang sesuai dengan kesan yang sebenarnya aku ingin pembaca rasakan tentang tokoh ini. Entah mengapa. Mungkin karena aku kurang mahir mengembangkan karakter si tokoh. Atau, karena aku terlalu sayang pada si tokoh. Sehingga tidak tega jika menjadikannya sebagai sosok antagonis sesungguhnya. Ha-ha-ha!

Apakah kemudian aku merasa gagal dalam penjabaran karakter tokohku kali ini?

Entahlah, tetapi kok sepertinya  sudut pandang Mpus memang lebih objektif. Ya, bisa jadi aku memang  gagal membentuk karakter tokoh seperti yang sebenarnya aku inginkan sejak  awal aku menuliskan kisahnya dalam cerbung ini.

Apakah pemahaman ini membuatku menyesal telah berdiskusi dengan Mpus—sebagai pembaca—yang kuanggap telah menunjukan titik lemahku sebagai penulis cerita?

Ah, untuk pertanyaan ini, dengan pasti kujawab: tidak. Aku malah senang karena obrolan—atau kusebut saja diskusi—itu malah mengantarkan aku pada sebuah sudut pandang baru. Pada pemahaman baru, yang selama ini mungkin tidak aku sadari.

So! Aku sangat berterima kasih untuk kawanku Mpus, yang sudah memberikan perspektifnya tentang tokoh dalam cerita yang kutulis. Ini bisa membantuku untuk memperbaiki lagi tulisanku ke depannya, terutama tentang  bagaimana aku harus mengembangkan karakter tokoh, sesuai alur cerita yang kuinginkan, secara logis. Tak sabar menunggu diskusi-diskusi selanjutnya. Tentu tidak lupa kuucapkan terima kasih padanya, karena telah meluangkan waktu untuk membaca setiap bab pada cerita yang kutulis.

Tentu saja bukan hanya sudut pandang Mpus yang ingin sekali kuketahui, tetapi juga sudut pandang dari 443 viewers (per hari ini, Rabu 08 Des 2021 pukul 22.59 WIB) yang sudah menyempatkan waktunya untuk singgah di  ceritaku di https://www.kwikku.com/novel/read/rengkuh. Sungguh, aku mengharapkan kalian juga berkenan berbagi pandangan tentang ceritaku itu. Jika ada waktu luang, silakan menyampaikannya di kolom komentar/ ulasan cerita ya. Siapa tahu itu akan membantuku untuk lebih baik lagi dalam menuliskan kisah-kisah di masa mendatang. Terima kasih.

Terima kasih juga telah menyimak tulisanku kali ini.

Senin, 04 Oktober 2021

LIKU HIDUP DAN RANGKAIAN COBAAN DI DALAMNYA.

Lilynd Madjid 








Aku hanya memanggilmu ayah

Di saat ku kehilangan arah

Aku hanya mengingatmu ayah

Jika aku tlah jauh darimu

Kau tak pernah lelah

Sebagai penopang dalam hidupku

Kau berikan aku semua yang terindah



Awalnya aku tidak tahu lagu apa itu, dan siapa yang menyanyikannya, ketika belum lama ini aku mendengarnya. Hanya saja, bait lagu itu terus saja diputar berulang-ulang oleh entah siapa di luar sana. Membuat aku tiba-tiba saja tersentak.


Bukan apa-apa. Hanya saja, kebetulan sekali saat itu aku juga tengah memanggil-manggil ayahku. Menyebut-nyebut ia di antara deras air mata yang meluruh tak tertahan. Sambil merasakan keterpurukan. Juga kecamuk perasaan sedih diiringi kekecewaan yang kurasakan begitu dalam.


Bait lagu yang tak sengaja kudengar itu seperti benar-benar melukiskan aku saat itu. Betapa tanpa sadar--mungkin karena kedekatanku yang begitu erat dengan beliau di masa hidupnya--setiap kali aku merasa sedih, merasa begitu sendirian, merasa terpuruk, dan merasa tak lagi memiliki sandaran, beliaulah yang kupanggil untuk sekedar menguatkan. Tentu saja aku juga menyebut nama-Nya Yang Agung, sebagai tempatku memohon, dan itu tak terbandingkan.


Tidak akan kupaparkan, hal apa yang menyebabkanku merasa begitu buruk, saat itu. Hanya, cukup kukatakan, aku sedang merasa tidak baik-baik saja akhir-akhir ini. Walau itu pun kerap harus kusembunyikan di balik senyuman. Di balik canda dengan teman-teman. Di balik tumpukan pekerjaan, yang sengaja kujadikan perisai, untuk sekedar melupakan semua permasalahan.


Aku sangat sadar, bahwa hidup merupakan rangkaian cobaan dan ujian. Benar, bukan? Walaupun jenis ujiannya bermacam-macam. Ada yang berupa kesedihan, masalah-masalah pelik, kesulitan-kesulitan hidup, bahkan hal-hal yang terlihat menyenangkan pun, sebenarnya juga merupakan ujian. 


Hei, itu bukan aku yang mengatakan. Kalimat-kalimat seperti itu kukutip dari beberapa ceramah yang pernah kudengar. Dan aku sadari, semua ujian dan cobaan hidup itu sebenarnya ditujukan untuk menguatkan. Pun dari rangkaian ujian itu, kita dapat mengukur, seberapa kuat kita? Seberapa tangguh kita? Dan seberapa teguh kita? Untuk tetap berdiri kukuh, menapaki lurus jalanNya.


Akan tetapi, yang kerap terjadi adalah kita merasa, bahwa hanya kesulitan-kesulitan sajalah yang merupakan ujian. Hal-hal buruk dan menyakitkan sajalah, yang merupakan cobaan. Kita seperti tidak menyadari, atau sebenarnya menyadari(?) namun menafikan bahwa kesenangan-kesenangan yang kita rasakan, segala kemudahan yang kita dapatkan, hakikatnya juga merupakan sebuah ujian. Apakah kita akan bersyukur atas segala kesenangan tersebut, atau justru semua itu membuat kita lalai dan lupa akan Dia?


Pada akhirnya, kita sering menemukan--atau bahkan melihat hal tersebut pada diri kita sendiri--betapa kita akan semakin dekat kepadaNya, ketika kita sedang ditimpa beragam kemalangan, dirundung kesedihan yang mendalam, atau dililit masalah-masalah yang rumit untuk diurai. 


Namun, ketika kita rasa hidup kita berjalan begitu mudah, rejeki mengalir berlimpah, tidak ada masalah-masalah, kita pun lalu terlena. Tanpa sadar kita lupa untuk lebih bersyukur padaNya. Betapa naifnya kita.


Dan itu semua adalah sebuah kenyataan bukan? Sebab, seperti itulah yang lebih sering kita temukan. Aku tidak akan menunjuk pada kalian. Akan kutujukan arah tanganku pada diri sendiri, karena aku mengakui, bahwa aku, diriku ini, pun cukup sering lalai saat diberiNya kenikmatan.


Tulisan ini bukan bermaksud untuk menggurui. Sebab aku tahu, diri ini hanyalah sosok lemah yang fakir ilmu. Tak patut rasanya mengajari orang lain untuk begini atau begitu dalam hidup mereka. 


Tulisan ini hanyalah semacam renungan untukku sendiri. Sekedar pengingat bagi diri yang kerap alpa. Sebagai penguat, karena diri ini kerap rapuh. Siapa tahu, setelah melakukan perenungan, Dia Yang Maha Baik, dan Maha Pengasih memberikanku sedikit ilham. Petunjuk terang untuk melalui liku jalan di depan yang masih panjang membentang. Sebab menulis bagiku, selain sebagai salah satu cara untuk menasihati diri sendiri, terkadang juga sebagai jejak pengingat, untuk mengenali siapa diriku sebenarnya.


(Bandung Barat, 04 Oktober 2021)

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...