Kamis, 25 Desember 2014

HUJAN


Hmmm... ini sebenarnya tulisan lama. kutulis dan pernah diunggah di FB tanggal 27 Oktober 2011. tapi rasanya nggak apa-apa kalau ku repost di sini ^_^

HUJAN

Aku suka jika hujan turun.
Begitu teduh.
Aku suka menatap titik-titik air yang jatuh.
Bagai ribuan jarum yang rapuh.
Menyisakan titik-titik embun di dedaunan.
Begitu menyejukkan.
Aku juga suka pada mendung di langit.
Kelabu. Begitu Sendu.
Bahkan aku pun suka mendengar petir menggelegar.
Menatap kilat menyambar..
Begitu menggetarkan.
Aku menyukai keseluruhan episode hujan.
Mengingatkanku pada kenangan.
Mengalirkan memoriku pada ronggarongga waktu yang telah lalu.
Masakecil yang indah.

Sabtu, 13 September 2014

PUISI_PUISI PUSPASARI (Bagian III)













Hai, hai, hai! Assalamualaikum semua! ^_^ 

Jadi, ceritanya mala mini adalah malam ‘kejar  tayang’, malam deadline atau apalah namanya. Yang jelas saya memang ngebut mau menyelesaikan memposting Puisi-Puisi Puspasari edisi ke tiga. Anda semua yang sudah membaca bagian pertama dan bagian ke dua dari tulisan ini tentu sudah tidak bertanya-tanya lagi dong, siapa itu Puspa sari? Jadi tidak perlu lagi saya beri pengantar.

Hah? Ada yang belum tahu? Wah, berarti anda wajib baca dulu posting saya edisi pertama dan ke dua itu di sini dan di sini.

Nah seperti  janji saya pada kesempatan sebelumnya, kali ini saya akan menampilkan bagian terakhir dari kumpulan puisi yang di tulis oleh sahabat saya itu. Temanya masih sama. Puisi-puisi cinta. Dan masih juga kata-katanya ‘mengelus hati’, saat kita membacanya.

Wuokeh! Lagi-lagi saya katakana saya tidak ingin berpanjang cerita, kita nikmati saja langsung:








Sarapan siang

Tak lezat
sarapan siang
seonggok duri
menyakiti hari
                        21 Oktober 2004









                
Hati

Hati ini luruh
Hati ini gamang
Hati ini peka
Hati ini kerap merasa:
Cemas, cinta, rindu, resah
Bergumul di pusaran kalbu
Melemahkan
Pun
menguatkan
                        12 Februari 2009







Pada suatu hari


Pada suatu hari


pagi menyisakan embun
di ujung daun
ada angin menyentuh
jatuh
percik-percik air menyiram wajah
dan mata terbuka
aku melihat matahari
awan-awan berarak
seperti pawai raksasa
semarak dalam sorak
dan jiwa menjadi takjub
aku melihat diriku
bermain selancar di langit
aku membuat bola-bola salju dari awan
lalu melemparkannya tepat pada matahari
hingga murka
dan langit tak lagi biru
ia menyihirku
membuangku ke bumi
langit mencekam
hanya ada isak awan
percik-percik air menyiram wajah
dan mata tak terbuka
hanya sempat kudengar suara
“turut berduka cita”
11 Juni 2003









Telah Tiba

tetapi jerami belum terbakar
berserak menutupi jarum jiwa
masih giat menggali debar
yang berkarat melintasi usia
mungkin telah tiba pada masa
segala debar kembali terhampar
bara api telah berkobar
menghanguskan segala siksa
9 Mei 2005













Harap

Kubayangkan diriku menjadi ikan
menari di lautan
berkaca pada langit biru
mencarimu disetiap waktu
sampai malam tiba

kemudian aku ikan yang selalu
menatap ke langit
menantimu melambai
melukiskan mimpi pada angkasa
memberiku sayap

aku kemudian terbang
menjadi burung kecil
yang berkicau menyapamu
demikian kecil didesak dunia

seperti sebuah noktah hitam
seperti itu beradaku dalam ada
tapi selalu aku melihat senyummu
dari deburan keajaiban
yang kau berikan disetiap waktu
4 Oktober 2004











Resah yang Begitu Rahasia


Panas marahari
bersatu dalam kicau air yang bergolak
gemuruh debu
bermain-main dengan angin
di hamparan pasir jiwa
yang tak lagi berdesir

Aku dibantai cuaca murka
hingga mengalir oase diketegaran jiwa
begitu deras menampakkan amuk
resah yang begitu rahasia
membatu dilautan mimpi
entah kapan terbelah
1 November 2004








Kembali Terang


Segenggam mimpi purba
menampakkan raut pias
sekeliling seolah terhempas
melayang pasrah bagai kapas
dunia berjelaga
aku seperti binasa

tapi kehilangan itu nyata
isyaratkan aku masih ada
aku melihat matahari berbisik
membujuk jelaga bertapa
melebur dalam musnah

semua kembali terang
tapi dalam remang
kulihat keajaiban mengambang
mengucap salam
dengan isyarat yang indah
yang terukir pada senyum milikmu
8 Juni 2004









Agar Kau Melihatku


Dan kau masih petapa yang setia pada luka
kebencian telah menjuntai
akar-akar semakin meremukkan mimpimu
juga meremukkan mimpiku

tapi cintaku padamu
tak seperti kabut
yang musnah
ketika mentari tiba

bersama hembus napas
selalu kusisipkan mantera
agar terjadi badai perondakan rimba dukamu
agar kau melihatku
mengikatkan mawar dengan debar
untuk kepersembahkan padamu
                                                8 November 2004










Jarak


Sampai di ubun-ubun senja sepi setia
terbuka kembali memori disilluet titik
hangat kenanganmu menyalakan tanya
kebahagiankah ?
kosong
tak kuasa menembus batas pekatmu
terkurung dalam ruang waktu
selalu
hanya bisu menjamah detik-detikku
dan kau tak pernah mengerti
3 Mei 2004










Kukembalikan padamu


Gelisah bergairah menarikan kesedihan dalam sunyi
kemudian meledak
duka semarak dipekat cuaca
kau raib diantara selaput awan hitam
seperti pelangi pucat tak berwarna
aku menatap hitam matamu 

luka yang menguap tumpah
ada serpihan lukaku di barisan hujan
berdiri bersama angkuhmu

aku telah memunguti serpihan cerita kita
untuk kukembalikan padamu
23 Maret 2004











Takdir


Noktah disebuah pagi
manik-manik hitam yang kau kalungkan
mengurai cerita duka
pada langkah cepatku
mencari ujung kesedihan

embun tak pernah menetes pada batu-batu
tak pernah mampu menjadikanmu kerikil
tapi ditepi sorga yang telah kita ciptakan
sihirnya menggenggam takdirmu
12 April 2004












Tanda takdir
Tuhan menorehkan titik
Di sebuah detik nan romantik
Tanda takdir maha indah
Membingkai kami dalam anugerah

Sepasang kebahagiaan
Tersenyum menyapa harapan
Mengukir zikir
Di langit-langit takdir
                                    15 Oktober 2009













Ketika Terucap Kidung Ikrar

Ketika cahaya mengurai cahaya
Kami melangkah dalam ikhlas
Membaca peta harapan
Menuju kesempurnaan makna
Menghirup kesejatian jiwa

Ketika terucap kidung ikrar
Bening terlantun kepada mahabesar
Kami menggenggam mawar
Merangkai tangkai-tangkai doa
Mencari keridhoan pemilik cinta
                                    15 Oktober 2009        


 







Tak ada

Tak ada yang tersisa
Selain kebekuan di ujung lidah
Selain harap di ambang musnah
Mampukah kau hangatkan?
Tak ada yang terungkap
Selalu terperangkap
Dalam cemas yang kerap
Membuat hati dan rasa ini pengap
                                    13 Februari 2009

PUISI-PUISI PUSPASARI (Bagian II)











Alhamdulillah… akhirnya Baby Azkiya sudah tidur. So, emaknya bisa meneruskan menulis. Memang hari ini saya sedang semangat menulis. Biasa, semangat akhir pekan. Hahaha…

Kali ini saya akan kembali memposting lanjutan dari puisi karya sahabat saya Puspasari. Kebetulan beberapa waktu yang lalu Puspa mengirimi saya file yang berisi puisi-puisinya. Puisi-puisi cinta miliknya untuk lebih tepatnya. Ada empat puluh lima judul puisi yang terdapat di file itu. Saya membaginya menjadi tiga bagian untuk ditampilkan di blog ini. Puspa sendiri setuju saat saya meminta izinnya untuk mempublish puisi-puisinya ini. Dan inilah akhirnya, Puisi-puisi Puspasari Bagian ke dua. Bagi Anda peminat puisi, selamat menikmati ^_^

*Untuk puisi-puisi Puspasari bagian pertama bisa Anda baca di sini








Di Ruang Sepi Ini


Dalam sepiku ia mengetuk pintu
suara ketuknya bagai lagu
mengisi kesepian purba
yang lama kehilangan nada

kemudian bagai keajaiban
ruang menghangat saat ada jabat
juga derai tawa yang nikmat
melengkapi kekaguman

sampaikan salam rinduku untuk tawanya
katakan
aku siap menampungnya
di ruang sepi ini
                                    19 Mei 2005

Kembali Dibodohi


Banyak yang kutunggu
hampir mati rasa meresah
kabar belum juga turun
waktu kian menikam

siang menuju malam
menakutiku
kembali lagi menunggu

kepastian belum pasti
hati dicabik benci
aku kembali dibodohi
                                    19 Mei 2005










Yang Seperti Pelangi
Kini kusadari
Hanya engkaulah yang seperti pelangi
Terlalu entah untuk dinanti
Datang dan pergi
Hadirmu tak memberi isyarat
Kembali menggali
Rindu yang tak beralamat
                                19 Mei 2005















Izinkan Aku Menemuimu


Aku terjebak dalam cinta sesat
tak mampu berdiri setelah terpelesat
menikmati sakit di dalamnya

lalu waktu mengumpulkan pilu
begitu dahsyat melaknat
membuat luka itu kian tersayat

aku kian sekarat
terlalu merindu pulang
tapi jalan begitu gelap
membujukku kembali lelap

aku sungguh ingin pulang
kembali menuju alurku
meski belati menghujamku
izinkan aku menemuimu

19 Mei 2005



 



Senja Jingga


Kali ini tentang jingga yang selalu membuatmu terpana
ketika sinar emas mentari terus saja menari
di senja yang selalu menyihir perempuan
menjadi bidadari-bidadari sunyi
setelah turun dari tangga pelangi
menunggu pangeran kegelapan
membawa kereta menuju kastil
untuk saling menghisap luka candu
yang kian merambat serupa perdu
        19 Mei 2005











 


Kematian Itu Telah Datang Begitu Lama


Ada yang telah patah bersama gugur daun-daun
masuk dalam retakan tanah merah
belajar menyekap luka
kematian itu telah datang begitu lama
tapi matahari telah membuat silau mata lelaki
hingga nafas masih menghembus
diantara gemuruh napsu
yang datang disetiap jengkal waktu
saat mata nanar dalam binar
melupakan dunia yang terus berputar
  19 Mei 2005












Tadzabur
Sore ini selalu namamu
Memenuhi semesta
Dalam keentahan langit
Warna pelangi begitu ceria
Membentuk labirin diangkasa
Menunggu gerimis turun
Memberi kesejukan atas galau
Sore ini telah membuatku terpukau
Saat cahayanya begitu silau
                                    19 Mei 2005













Menemuimu
Menemuimu ternyata tidak pecahkan rindu
Malah bunga-bunga seperti saat purnama
Merekah dalam cahaya teduh
Menggugurkan gelap malam yang pasi
Ingin tetap seperti ini
Hanyalah mimpi yang jatuh
Berserak saat pagi tiba
Adalah manusia
Kesetiaanku terlampau rapuh
Rentan patah dan jatuh
                                    19 Mei 2005












Irama


Aku menyukai irama ini
Asyik ini jangan kau bilang klasik
Biarkan aku setia pada masa lalu
Juga kejujuran tentang rasa yang berlagu

Pejamkan saja matamu
Melangkah dengan nurani
Maka akan kau temukan arahmu
Dengan peta yang telah jadi pelita
                                    19 Mei 2005













Begitu Likat
Keasingan ini begitu likat
seperti cokelat yang berkarat
kemudian lumer dihantam hari
bahkan cair menuju bahari

ombak semakin galak
pecahkan diri ingin menolak
keresahan yang begitu tenang
mengendap di hamparan karang
                                    13 Mei 2005












                     

Sebelum gemuruh kembali datang


Gemuruh asing menerobos ke lorong-lorong sunyi
melayang menuju kehampaan jalan
tak ada ujung yang mengepung
membiarkannya pecah dalam kebosanan
perasaan sakit hinggap di palung
menatap luka yang meronta
ingin memetik kata
mengisi ruang yang begitu gersang
sebelum gemuruh kembali datang
                                                13 Mei 2005












Kabar matahari


Bagaimana kabar matahari kala senja
pernahkah singgah rasa kehilangan
setiap kali ia tenggelam
pasrahkan dirinya pada malam
malam yang anggun
dengan tatap teduh sang rembulan
pernahkah juga dirindukan
ketika pagi memberikan cerahnya
ia tengelam
pasrahkan dirinya pada pagi
                                    Bandung, 2002












Untukmu


Begitukah inginmu
Akan kucoba pahami dengan sabar
Dan semua kata ini
Adalah kebenaran
Bahwa aku akan selalu belajar
Terimalah aku
Yang menyetiakanmu didetiap sabtu
Tapi jika ini belum cukup
Mimpiku tak akan menguncup
Selama kau tak meredup
                        19 mei 2005












Menanti jadi pilihan
Matahari menggeliat
Lalu tersenyum hangat
Aku pun merapat
Berjemur di barisan doa
Merelakan diri tersirami cahaya
Kupersembahkan kesetiaan
Menanti jadi pilihan
Kuharap kau biarkan
Berikan aku kesempatan
                                    25 Oktober 2009













Musnah

Kebisingan di luar merembes pada celah-celah sepi
Hinggap melantunkan melodi yang kacau
Aku menari menggeliatkan kekacauan
Dan udara menguburnya pada raib
Kembali sepi dan sepi
Sepi bersilaturahmi dengan duka
Setia senandungkan sendu
Duka tak terjamah olehku
Kemudian mengalir sungai air mata atas derita
Membawaku pada laut
Isakku menyelami darah
Yang karam ke dasar tegar
Aku menjadi ikan di samudera
Membentur karang
Berserak seperti abu
Musnah
Tak lagi terjamah
                        4 Oktober 2004

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...