Jumat, 29 November 2019

TERROR DI HOOGE BURGERE SCHOOL

TERROR DI HOOGE BURGERE SCHOOL
Cerpen Lily N. D. Madjid
#urban_legend



"Bim, pssstt ... Bim!"
Adri berbisik. Tetapi sosok yang berjalan di depannya terus saja melangkah.

"Bima! Woi! Tungguin gue!"

Sosok di depan berbalik sambil menaruh jari telunjuknya di depan bibir.

"Ck! Ngapain sih Lu berisik gitu?" Desis Bima kesal.

"Lu cepet banget jalannya. Tungguin gue ngapa?"

"Ya, elaaah, Bro. Makin cepat makin baik kali."

Tak urung Bima menghentikan langkahnya menunggu Adri yang nyengir lebar melihat tampang Bima.

"Lu takut ya? Ngaku aja deh, Bim. Jadi kita tinggal balik, trus lu traktir gue di Jiganasuki sesuai kesepakatan."

"Ish! Takut apaan? Lu kali yang takut." Bima menyangkal. Walau wajahnya menunjukkan hal sebaliknya.

Ya. Saat ini mereka berdua sedang melakukan uji nyali di sebuah sekolah pavorit di kota Bandung yang dulunya bernama Hooge Burgere School.

Konon, kalau kita berjalan memutari sekolah itu sebanyak tiga kali di malam hari, hantu wanita Belanda bernama Nancy akan muncul.

"Buruan, Dri."

"Ahaha ... Tuh kan, Lu sebenarnya mau cepat pergi dari sini kan? Udahlah nyerah aja," ejek Adri sambil tertawa kecil.

"Sialan, Lu! Gue nggak takut, cuma kebelet pipis doang. Hayu ah, buru!"

"Sabar, Bim, sabar. Hahaha ... Eh, omong-omong, kita ini putaran ke dua atau ke tiga sih?" Adri berhenti lagi. Mengingat-ingat.

"Lha, kan tugas Lu buat ngitung." Bima kesal. Matanya memandang sekeliling.

Di sekitarnya sunyi senyap. Sangat mencekam. Bahkan angin pun seperti berhenti berhembus. Bulu kuduk Bima meremang. Dia bergidig ngeri.

"Ya ampun. Gue kok merinding, Dri. Jangan-jangan kita emang udah tiga putaran. Trus, Mevrouw Nancy sebentar lagi muncul." Suara Bima bergetar.

"Seingat gue sih belum deh, masih satu putaran lagi,  terus baru ...."

Adri tak menyelesaikan kalimatnya, sebab sesuatu terasa menyentuh bahunya. Begitu juga dengan Bima. Keduanya menahan nafas beberapa waktu.

Bima melirik ke arah bahunya. Satu tangan hitam besar berbulu lebat bertengger di sana. O, tidak. Ini jelas bukan tangan Mevrouw Nancy. Ini mungkin Genderu ....

"Aaaaaa ...." Teriak Bima histeris sebelum menggelosor lemas dan membuat Adri panik.

"Jang, kunaon eta babaturanna?" (1) Satu suara bertanya. Adri menoleh. Rupanya si pemilik tangan tadi.

"Eh, Pak Satpam? Euuu ... Teu terang, Pak. Ngadadak weh sapertos kieu." (2)

"Euleuh? Hayu atuh urang bawa ka Pos," (3)ajak Pak Satpam sambil mencoba membopong Bima. Adri segera membantu.

"Naaa ... Atuh si ujang mah, nanaonan atuh tengah peuting kieu ngadon ngurilingan sakola? Siga teu aya gawe wae ...."(4) Gerutu pak satpam sambil bersusah payah memapah Bima yang belum juga sadar.

Tamat.

Terjemahan:

1) Nak, kenapa itu temannya?
2) Eh, Pak Satpam. Nggak tahu, Pak. Tiba-tiba aja begini.
3) wah? Kalau begitu ayo kita bawa ke pos.
4) lagian si ujang mah, ngapain juga keluyuran di sekolah tengah malam begini. Kaya yang nggak ada kerjaan aja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...