Jumat, 29 November 2019

A M A R Y L I S

AMARYLIS
Cerpen Lily N. D. Madjid





"Aku harus membunuhnya!" Desis Amarylis. Dipejamkannya matanya rapa-rapat, sambil terus berkomat kamit mengulang kata-kata itu.

"Kau gila," bisikku. Tak percaya dengan apa yang diucapkannya.

"Sungguh, Jasmine. Aku akan membunuhnya. Aku harus membunuhnya!"

Kata-kata itu diucapkannya penuh penekanan. Matanya sudah tak lagi terpejam. Dapat kulihat sorot kesungguhan di sana. Aku sampai bergidig ngeri melihatnya. Tak pernah Amarylis terlihat seserius ini sebelumnya.

"Pikirkan lagi. Apa perlu kau bertindak sejauh itu?"

"Jasmine! Ini sudah kuputuskan. Aku tidak bisa terus seperti ini."

"Katamu kau bahagia dengan hadirnya dia dalam hidupmu."

"Memang. Ah, kau tau, getar sayap kupu-kupu kembali kurasakan dalam dadaku sejak kehadirannya. Semangatku, gairah hidupku... Semua. Semua yang selama ini tak pernah kurasakan lagi, muncul sejak dia hadir...."

Amarylis memejamkan matanya lagi. Seolah sedang merasakan semua yang bergejolak dalam jiwanya.

"Ah, aku memujanya, Jasmine. Aku memujanya." Segaris senyum tipis terukir dibibir.

Amarylis lalu membuka matanya. Pandangannya sendu. Dia benar-benar berada dalam dilema.

"Kau berhak bahagia, Amy," kataku. Ia malah menggeleng kuat.

"Tapi Jasmine, bagaimanapun aku perempuan bersuami. Aku tahu ini salah...."

"Tapi suamimu itu memang bajingan. Dia yang pantas kau bunuh, bukan  Arshaka!" Geramku. Kebencianku pada Mahendra suami Amarylis memang sudah sampai ke ubun-ubun. Dia memperlakukan istrinya seenaknya saja. Tangis dan tangis saja yang sehari-hari kudapati dari sahabatku karena perlakuannya.

"A ... Ap ... Apa yang kau katakan, Jas? Mem... Membunuh Mahendra?" Keterkejutan yang luar biasa tergambar di wajah pucat Amarylis.

"Ya. Dia yang lebih pantas mati daripada Arshaka," kataku. Wajah Amarylis semakin memucat.

"Kenapa harus ada yang mati?"

"Hah? Bukankah tadi kau sendiri yang mengatakan akan membunuh Arshaka?"

"Jasmine," Amarylis termangu, "bukan itu maksudku. Bukan Arshaka yang ingin kubunuh. Tapi ini," Amarylis menunjuk dadanya sendiri. "Rasa cintaku pada Arshaka yang ingin kubunuh. Aku tak ingin semua berlanjut terlalu jauh," bisiknya.

 Aku pun mematung di tempatku berdiri.
"Oh...."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...