Sabtu, 23 November 2019

R I N D U

RINDU
Cerpen Lily N. D. Madjid



Perempuan berusia senja itu duduk di sana, di teras rumahnya. Ada resah terbaca dalam bahasa tubuhnya. Tangannya yang lincah menari-nari di antara benang dan hakken kayu berwarna madu.

Sesekali wajahnya terangkat. Pandang matanya bergerilya, mencari-cari entah apa, di jalan lengang depan rumahnya.

Walau demikian jari-jarinya masih juga menari. Seperti memiliki mata sendiri, mengaitkan rantai demi rantai benang rajut sehalus beledu. Merendanya, menjadi helai-helai kain lembut.

"Ah, kemana dia?"

Terdengar desahnya. Matanya masih saja menatap, penuh harap. Sesekali pandangannya berpindah ke atas sana. Ke arah langit yang mulai gelap. Awan memekat. Udara mulai memberat.

"Hmmm... Lelaki tua itu. Selalu saja tak kenal waktu. Tak dilihatnyakah, hujan akan turun," Gerutunya.

Sejenak matanya teralih pada gumpal benang di tangannya. Lalu ia mengambil benang lain. Kali ini berwarna merah bunga angsoka.

Mulai dirajutnya benang itu. Berselang-seling dengan warna sebelumnya.

"Mama!"

Sebuah suara memanggilnya dari dalam rumah. Memintanya masuk, karena hujan mulai tercurah.

Tetapi dia masih enggan beranjak dari sana. Matanya kembali menatap ke arah jalan yang mulai dibasahi air hujan.

"Ah, ke mana dia?"

Matanya kini memandang resah. Dadanya mulai buncah. Ia tersaput oleh gelisah. Pikirannya mengembara pada satu sosok saja.

"Mama ...."

Satu sentuhan menyentakkan lamunannya. Ia menoleh. Wajah dengan gurat khawatir menatapnya.

"Hujannya deras. Mama masuk ya. Di sini dingin sekali." Anak gadisnya mencoba memapahnya.

"Sebentar saja. Biar mama di sini sebentar saja."

"Mama mau apa? Lihat, tempias air hujan membasahi rambut Mama."

"Sebentar lagi. Lihat ini, sweater yang kurajut untuk papamu sudah hampir jadi. Kalau dia datang, akan kuberikan. Dia mungkin kehujanan sekarang," katanya.

Putrinya tertegun menatapnya. Ada riak di matanya yang perlahan menggenang.

"Mama...." Bisiknya sambil berusaha melukis segurat senyuman. "Papa sudah tenang sekarang. Dia tidak mungkin kehujanan. Mama masuk ya."

Dipapahnya sang bunda yang masih ingin bertahan.

*****     *****     *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...