Selasa, 05 November 2019

RENCANA KE DUA




Hidup selalu dipenuhi kejutan-kejutan. Hal-hal yang tidak terduga seringkali menghampiri. Jika sudah begini, kadang apa yang sudah kita rencanakan bisa saja buyar. Gagal total. Tak sesuai kenyataan.

Kita mungkin saja sudah menyusun rencana-rencana hidup ke depan dengan penuh kecermatan. Membuat daftar ‘hal yang akan kita lakukan’ dari A hingga Z, dengan tekad akan menuntaskannya. Kita juga mungkin sering membuat ‘daftar mimpi’ yang ingin kita capai. Lalu dengan semangat, juga tekad yang tak terpatahkan, kita berusaha keras untuk mewujudkan semua ‘mimpi’ yang telah kita tuliskan.

Tetapi, seperti yang tadi telah kukemukakan, hidup seringkali penuh dengan kejutan. Tidak semua yang sudah kita rencanakan akan berjalan seperti yang kita harapkan. Jika itu yang terjadi, apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan terpuruk menyesali keadaan? Atau kau akan memaki dirimu sendiri? Atau yang lebih serius lagi, menyalahkan Tuhan?

Seorang kawan dalam sebuah obrolan ringan berkata bahwa kita perlu memiliki rencana cadangan. Rencana ke dua dalam menjalani kehidupan. Kau boleh saja menyebutnya plan B, plan C atau apapun.

Setelah kupikir-pikir, sepertinya aku setuju. Rencana ke dua akan sedikit membantumu keluar dari kebuntuan. Mengobati  sedikit kekecewaan atas suatu kegagalan. Atau yang lebih penting, rencana ke dua akan menahanmu untuk tetap bertahan mencapai tujuan, walau dengan jalan yang berbeda.

Katanya, dia, temanku itu, selalu memiliki rencana ke dua dalam setiap langkah hidupnya. Misalnya, saat ini dia sedang menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang katanya itu dilakukannya sebagai ancang-ancang jika kelak dia merasa jenuh dengan pekerjaannya yang sekarang. Pendidikan yang dia jalani saat ini, akan memungkinkannya beralih ke jenis profesi lain, jika suatu saat diperlukan.

“Mungkin kita merasa nyaman dengan profesi kita saat ini,” Katanya padaku saat itu, “Tetapi apakah itu akan berlangsung selamanya? Bisa saja kan, suatu saat kita merasa bosan. Atau bahkan, keadaan memaksa kita meninggalkan pekerjaan ini.”

Aku termenung sejenak saat itu. Bahwa masa depan tak sepenuhnya bisa kita pastikan, itu sudah kupahami sebelumnya. Juga, bahwa kehidupan kadang tak selalu seperti yang kita inginkan, juga sudah kuyakini bahwa itu benar. Tetapi memikirkan bahwa suatu saat, aku akan meninggalkan profesiku yang sekarang, dan beralih pada profesi lain, sepertinya hanya samar-samar pernah melintas dalam pikiran. Tak pernah kupikirkan dengan serius. Malah, hal yang sering kubayangkan adalah aku yang akan terus menjalani profesiku ini hingga kelak masa baktiku selesai.

Tetapi melihat kesungguhannya saat mengatakan hal itu, mau tak mau aku pun jadi ikut memikirkan rencana ke duaku jika tidak lagi menjalani profesi ini. Coba tebak, apa yang kemudian aku pikir akan kulakukan? Percaya atau tidak, kalau aku berpikir untuk memilih jalan pedang dengan menulis? Errr... Jalan pedang atau jalan pena, ini ya?

Tolong jangan tertawa seperti itu. Aku tahu kemampuan menulisku masih receh sekali. Tetapi itu bukan halangan, bukan? Aku akan mulai mempersiapkan rencana ini dengan lebih serius. Jika kawanku itu sampai menempuh pendidikan yang lebih tinggi sebagai bentuk persiapan untuk rencana ke duanya. Maka aku akan serius mengasah kemampuan menulisku sebagai persiapan rencana ke duaku itu.

Hei! Sudah kubilang jangan mentertawaiku seperti itu. Hmmm… daripada kau tertawa saja, bagaimana kalau kau katakan padaku, apa rencana ke dua yang pernah terpikir di kepalamu?
Ngamprah, 5 November 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...