Rabu, 17 Juni 2020

PAHLAWAN DI SEKITAR KITA

PAHLAWAN DI SEKITAR KITA
~Lilynd Madjid~




Awal pagi, matahari mulai merangkak naik. Cahayanya memancar tanpa penghalang. Langit pun biru cerah, dihiasi awan putih yang menggantung di angkasa. Sesekali kokok ayam jantan terdengar dari kejauhan ditingkahi suara-suara lainnya. Menandakan aktivitas manusia telah dimulai pagi itu.

Di sudut salah satu jalan yang berada di sebuah perumahan di Desa Cilame kecamatan Ngamprah, Mang Nana (40), penjaja sayur yang biasa berjualan di sana sedang merapikan dagangannya. Biasanya, dia sudah tiba di sudut jalan itu sejak pukul lima. Menggelar dagangannya di emperan fasum komplek dalam keremangan suasana dini hari. Kadang ia melakukannya sendiri, kadang sang istri turut menemani. "Kalau ada yang diperlukan, saya sudah ada di ujung jalan ini sejak subuh," katanya saat ditanya.

Selesai mengemas dan merapikan dagangan, biasanya istrinya akan kembali ke rumah. Mang Nanalah yang akan menunggui dagangan mereka menanti pembeli hingga kurang lebih pukul delapan atau sembilan pagi. Setelahnya, sayur mayur dan barang dagangan lain akan kembali dikemas, lalu disusun dalam keranjang-keranjang sayur yang ada di bagian belakang motornya. Mang Nana akan berkeliling menjajakan dagangannya dengan teriakan khasnya.

Warga komplek sudah hafal ritme berjualan sang penjaja sayur itu. Jika ingin memperoleh sayuran dalam kondisi segar, biasanya pelanggan akan segera mendatangi lapak Mang Nana di sudut jalan.  Sementara untuk mereka yang memiliki kesibukan lebih padat di pagi hari, tentu akan memilih menunggu kedatangan Mang Nana di depan rumah mereka.

Kehadiran Mang Nana, sebagai satu-satunya penjaja sayur di komplek tersebut tentu saja ditunggu-tunggu oleh warga. Terutama oleh para ibu yang tinggal di perumahan itu. Lokasi perumahan yang cukup jauh dari pasar, semakin menambah arti penting kehadiran penjaja sayur tersebut.

Hampir sebagian besar dari warga perumahan menyadari hal tersebut. Dibuktikan ketika beberapa waktu lalu sang penjaja bahan pangan tersebut tidak hadir selama beberapa hari karena sakit, banyak ibu di sana yang mengeluh dan bingung. Hingga ketika ia kembali berjualan, pelanggannya menyambut dengan penuh suka cita.

Ibarat kata, Mang Nana adalah salah satu pahlawan--dari sekian banyak pahlawan yang ada di sekitar kita--bagi sebagian besar ibu rumah tangga di perumahan ini. Orang yang secara tidak langsung telah menjaga stabilitas dan keamanan perut setiap warga dengan bahan-bahan makanan yang dijajakannya. Apalagi saat diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh pemerintah daerah seperti sekarang ini, keberadaan para penjaja sayuran seperti Mang Nana tentu sangat ditunggu-tunggu.

"Tetap jualan, Bu," katanya ketika saat awal masa PSBB lalu ia ditanya, apakah akan tetap berjualan atau tidak. "Takut mah takut juga, lihat berita banyak yang meninggal. Makanya harus pakai masker," katanya seraya menunjuk masker yang dikenakannnya.

Mengenai harga jual tentu saja ada beberapa item yang memiliki harga berbeda dari harga yang bisa kita dapat jika membeli langsung di pasar. Misalnya saja harga ikan--apalagi ikan laut juga hasil laut lain--atau sumber protein hewani lainnya, harganya akan lebih tinggi dibanding dengan harga yang dapat kita peroleh jika berbelanja di pasar. Sementara untuk harga sayur mayur dan produk sejenisnya bisa dikatakan sama dengan harga jual di pasar.

Namun, dibandingkan dengan resiko yang bisa kita dapat saat berada di kerumunan (di pasar), tentu selisih harga yang tidak banyak itu tidak perlu dipermasalahkan. Justru seharusnya kita berterima kasih kepada orang-orang seperti Mang Nana, yang telah memudahkan kita di masa social/ phisycal distancing seperti sekarang ini.

Sumber: Pengamatan dan wawancara nonformal dengan penjaja sayur langganan.

BandungBarat, 11 Juni 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...