Sabtu, 13 September 2014

PUISI_PUISI PUSPASARI (Bagian III)













Hai, hai, hai! Assalamualaikum semua! ^_^ 

Jadi, ceritanya mala mini adalah malam ‘kejar  tayang’, malam deadline atau apalah namanya. Yang jelas saya memang ngebut mau menyelesaikan memposting Puisi-Puisi Puspasari edisi ke tiga. Anda semua yang sudah membaca bagian pertama dan bagian ke dua dari tulisan ini tentu sudah tidak bertanya-tanya lagi dong, siapa itu Puspa sari? Jadi tidak perlu lagi saya beri pengantar.

Hah? Ada yang belum tahu? Wah, berarti anda wajib baca dulu posting saya edisi pertama dan ke dua itu di sini dan di sini.

Nah seperti  janji saya pada kesempatan sebelumnya, kali ini saya akan menampilkan bagian terakhir dari kumpulan puisi yang di tulis oleh sahabat saya itu. Temanya masih sama. Puisi-puisi cinta. Dan masih juga kata-katanya ‘mengelus hati’, saat kita membacanya.

Wuokeh! Lagi-lagi saya katakana saya tidak ingin berpanjang cerita, kita nikmati saja langsung:








Sarapan siang

Tak lezat
sarapan siang
seonggok duri
menyakiti hari
                        21 Oktober 2004









                
Hati

Hati ini luruh
Hati ini gamang
Hati ini peka
Hati ini kerap merasa:
Cemas, cinta, rindu, resah
Bergumul di pusaran kalbu
Melemahkan
Pun
menguatkan
                        12 Februari 2009







Pada suatu hari


Pada suatu hari


pagi menyisakan embun
di ujung daun
ada angin menyentuh
jatuh
percik-percik air menyiram wajah
dan mata terbuka
aku melihat matahari
awan-awan berarak
seperti pawai raksasa
semarak dalam sorak
dan jiwa menjadi takjub
aku melihat diriku
bermain selancar di langit
aku membuat bola-bola salju dari awan
lalu melemparkannya tepat pada matahari
hingga murka
dan langit tak lagi biru
ia menyihirku
membuangku ke bumi
langit mencekam
hanya ada isak awan
percik-percik air menyiram wajah
dan mata tak terbuka
hanya sempat kudengar suara
“turut berduka cita”
11 Juni 2003









Telah Tiba

tetapi jerami belum terbakar
berserak menutupi jarum jiwa
masih giat menggali debar
yang berkarat melintasi usia
mungkin telah tiba pada masa
segala debar kembali terhampar
bara api telah berkobar
menghanguskan segala siksa
9 Mei 2005













Harap

Kubayangkan diriku menjadi ikan
menari di lautan
berkaca pada langit biru
mencarimu disetiap waktu
sampai malam tiba

kemudian aku ikan yang selalu
menatap ke langit
menantimu melambai
melukiskan mimpi pada angkasa
memberiku sayap

aku kemudian terbang
menjadi burung kecil
yang berkicau menyapamu
demikian kecil didesak dunia

seperti sebuah noktah hitam
seperti itu beradaku dalam ada
tapi selalu aku melihat senyummu
dari deburan keajaiban
yang kau berikan disetiap waktu
4 Oktober 2004











Resah yang Begitu Rahasia


Panas marahari
bersatu dalam kicau air yang bergolak
gemuruh debu
bermain-main dengan angin
di hamparan pasir jiwa
yang tak lagi berdesir

Aku dibantai cuaca murka
hingga mengalir oase diketegaran jiwa
begitu deras menampakkan amuk
resah yang begitu rahasia
membatu dilautan mimpi
entah kapan terbelah
1 November 2004








Kembali Terang


Segenggam mimpi purba
menampakkan raut pias
sekeliling seolah terhempas
melayang pasrah bagai kapas
dunia berjelaga
aku seperti binasa

tapi kehilangan itu nyata
isyaratkan aku masih ada
aku melihat matahari berbisik
membujuk jelaga bertapa
melebur dalam musnah

semua kembali terang
tapi dalam remang
kulihat keajaiban mengambang
mengucap salam
dengan isyarat yang indah
yang terukir pada senyum milikmu
8 Juni 2004









Agar Kau Melihatku


Dan kau masih petapa yang setia pada luka
kebencian telah menjuntai
akar-akar semakin meremukkan mimpimu
juga meremukkan mimpiku

tapi cintaku padamu
tak seperti kabut
yang musnah
ketika mentari tiba

bersama hembus napas
selalu kusisipkan mantera
agar terjadi badai perondakan rimba dukamu
agar kau melihatku
mengikatkan mawar dengan debar
untuk kepersembahkan padamu
                                                8 November 2004










Jarak


Sampai di ubun-ubun senja sepi setia
terbuka kembali memori disilluet titik
hangat kenanganmu menyalakan tanya
kebahagiankah ?
kosong
tak kuasa menembus batas pekatmu
terkurung dalam ruang waktu
selalu
hanya bisu menjamah detik-detikku
dan kau tak pernah mengerti
3 Mei 2004










Kukembalikan padamu


Gelisah bergairah menarikan kesedihan dalam sunyi
kemudian meledak
duka semarak dipekat cuaca
kau raib diantara selaput awan hitam
seperti pelangi pucat tak berwarna
aku menatap hitam matamu 

luka yang menguap tumpah
ada serpihan lukaku di barisan hujan
berdiri bersama angkuhmu

aku telah memunguti serpihan cerita kita
untuk kukembalikan padamu
23 Maret 2004











Takdir


Noktah disebuah pagi
manik-manik hitam yang kau kalungkan
mengurai cerita duka
pada langkah cepatku
mencari ujung kesedihan

embun tak pernah menetes pada batu-batu
tak pernah mampu menjadikanmu kerikil
tapi ditepi sorga yang telah kita ciptakan
sihirnya menggenggam takdirmu
12 April 2004












Tanda takdir
Tuhan menorehkan titik
Di sebuah detik nan romantik
Tanda takdir maha indah
Membingkai kami dalam anugerah

Sepasang kebahagiaan
Tersenyum menyapa harapan
Mengukir zikir
Di langit-langit takdir
                                    15 Oktober 2009













Ketika Terucap Kidung Ikrar

Ketika cahaya mengurai cahaya
Kami melangkah dalam ikhlas
Membaca peta harapan
Menuju kesempurnaan makna
Menghirup kesejatian jiwa

Ketika terucap kidung ikrar
Bening terlantun kepada mahabesar
Kami menggenggam mawar
Merangkai tangkai-tangkai doa
Mencari keridhoan pemilik cinta
                                    15 Oktober 2009        


 







Tak ada

Tak ada yang tersisa
Selain kebekuan di ujung lidah
Selain harap di ambang musnah
Mampukah kau hangatkan?
Tak ada yang terungkap
Selalu terperangkap
Dalam cemas yang kerap
Membuat hati dan rasa ini pengap
                                    13 Februari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...