Sabtu, 13 September 2014

PUISI-PUISI PUSPASARI (Bagian I)



Hallo semua! Setelah beberapa waktu tidak memposting tulisan, Alhamdulillah hari ini saya bisa memposting sesuatu. Bukan pure tulisan saya sebenarnya, sebab yang kali ini akan saya posting adalah buah karya sahabat saya tercinta. Puspasari namanya.

Beliau ini (ehm, ehm!) adalah kawan semasa kuliah. Seperjuangan, senasib dan sepenanggungan, bahkan pernah menjadi kawan sekamar di tempat kost dulu. Jujur saya mengagumi puisi-puisinya. Bagi saya, puisi-puisi yang ditulis oleh kawan saya Puspa, selalu penuh imaji yang dapat menenggelamkan kita di kedalaman kata-katanya.

Baiklah, tidak akan berlama-lama bermukadimah, saya persilakan Anda untuk menikmati langsung puisi-puisi dari Puspasari Sari Alami Untuk sariawan. Ooops! :-p







Biodata

Nama              :      Puspasari
Ttl                   :      Sukabumi, 21 Oktober 1981
Pendidikan   :      S-1 UPI Pendidikan Bahasa dan Sastra  Indonesia
Pekerjaan     :      Pengajar 
Hobi               :       Membaca dan menonton pertunjukkan seni






Kau 

Kau mengunciku
Setelah aku lemah tertawan
matamu bagai serdadu
menyerbu jiwa yang berantakan
pesonamu berbaris
dan tak mampu kutangkis
aku bahkan bagai pengemis
memohon cintamu tak terkikis
                                    14 Februari 2009

  




Aku menyerah

Bagaimana musti kudaki lagi
Senyummu berbaris menjelma bukit
Menungguku yang kepayahan
Memanggul rindu membebankan
Bahkan kini kau cambukkan
Tajam matamu yang curam
Mengiringi penaklukanku
Namun tak pernah sampai
Aku menyerah di tengah ragu ini.
                                                14 februari 2009



 




Kutunggu

Aku menunggumu sesabar batu
menanti tetes embun dari daun-daun
Tak ingin menjadi ombak yang galak
mengejar setiap jejakmu
Tak ingin menjadi tangan yang erat
menggenggam butiran pasir
kutunggu kau kembali karena takdir
kutunggu!
                                    18 Oktober 2009




 

                                       
Menunggumu

Bagaimana warna pelangi di mataku?
Nikmatilah sebelum menjadi gerimis
Karena aku rindu hujan
Menumpahkan suara hati
Setelah menunggu dimengerti

Bawa lari aku ke awan
Menjemput butiran air mata
Biar menderas
Biar terkuras
Lalu kembali padamu dengan ikhlas
                        17 Oktober 2009






Mengapa Aku Menjadi Begini?

Semakin malam semakin tenggelam
pada senyum manismu di foto mejaku.
Terus menerus kulilitkan di benak
bagaimana indahnya tutur sapamu.
Kuumpamakan bagai daun-daun
yang melayang kala gugur.
Demikian hati melayang
tersentuh pujianmu yang sempurna.
Bagai berdiri di tengah pertarungan sengit
Demikian cepat debar jantungku
tak mampu berkelit.
Ah, kau….
Dengan ikhlas kuterima semua keanehan ini
Tanpa perlu menanyakan
Mengapa aku menjadi begini?
                                    17 Oktober 2009




 


Gamang

Lihatlah hatiku di angkasa
Melayang bagai kepompong
Berayun-ayun
Menarikan cinta
Di ujung gelisah
                        1 maret 2009




 



            Hampa 

Hampa ini menagih kerinduan
Aku menggigil luruh dalam rapuh
melayang-layang dalam kebimbangan
lalu hempas dan menyayat
ruang gamang terapung
aku mencoba menghirup udara
namun ruang telah hampa
entah aku harus bagaimana
aku harus mencintai siapa?
                                    07 Agustus 2008





 



Parau

Aku tak ingin berlari lagi
Mengkhianati kebenaran rasa
Walaupun harus berlari
Adakah tempat yang aman untuk bersembunyi dari kata hati?
Daun itu hijau
Seperti itulah warna sebenarnya
Cintaku pun parau meski memang benar adanya
Aku hampir menyapa senja
Telah menuju renta
Namun kau masih pagi
Seperti sepenggalan matahari
                                    17 Agustus 2009






 

            Takluk

Dari kaca jendela kucuri wajahmu
Seperti kolam mengintip bulan di antara daunan
Dari sudut mataku kucuri senyummu
Seperti kucing was was mencuri ikan
Bagai jam henti berdetik
Di depanmu aku tak berkutik
Terus tertunduk
Tak sanggup dan takluk
Menatap tajam matamu
Yang menyerbu hingga lubuk
                                    15 Oktober 2009






    

Penghayatan 

Aku masih mencium bau rindu
Pada semilir angin yang kau kirim dari jauh
Membelai gelisah yang tak jua lelap
Remang bulan belum meyakinkan
Sekuat apa rasa yang bertebaran
Aku masih setia mengumpulkan
Lembar demi lembar guguran debar
Menghayati hakikat cinta
Tumpah dalam barisan kata
Mencoba memahami rasa
                                    23 januari 2009





 

Maaf

Maaf, jika aku tak pernah lelap
Abadikanmu disetiap senyap
Maaf, jika aku tak pernah pasrah
Merinduimu meski lelah
Maaf, jika aku tak pernah sanggup
Ungkapkan rasa yang tak sayup
                                                2007



 


 

Menjelma Ribuan Bintang Jatuh

Keindahan itu adalah suara hujan
Menggetarkan seluruh tubuh
Terbungkus luruh
Menghangatkan seluruh impian

Keindahan itu gemuruh
Kala tajam matamu menyentuh
Menjelma ribuan bintang jatuh
kutampung penuh kesabaran
                                                2007









Kabar  yang paling mawar

Dibalik langit tersenyum gemintang
Menyapa kabar yang paling mawar
Hujan merapatkan deras
Kirimkan doa tulus ikhlas
Rembulan terperangkap
Cahayanya berpendar disetiap debar
Tak ada lagi gelap
Sumbu jiwa berpadu dalam kobar
                                                3 N0vember 2007





 

Kepastian Disetiap Detik

Kerapuhan mengisi ruang hening hingga tumpah
kubawa mimpi disetiap helaan napas
terasa berat silau terangnya
melimbungkan gema rindu
meluapkan resah menggebu

Aku ingin sampai pada titik
mengemas kepastian disetiap detik
jiwa berpencar mencintai pekat
mencari cercah malaikat
kuingin jiwa ini terpeluk erat
                                                2007








Jika Hujan Turun Deras

Tak ada kata untuk menyelesaikan
kita petarung yang lemah
takut dalam ruang terang
menikmati gelap dan mawar hitam
jika hujan turun deras

buru-buru kita melintas


curahnya membuat samar


api yang begitu kobar
seperti kutu
yang menyelinap diantara debu
itu cara kita berperang
dan selalu
tak pernah mencapai menang
                                    20 Mei 2004





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PUISI RAKYAT (PUISI LAMA): PANTUN

      KOMPETENSI DASAR 3.9 Mengidentifikasi informasi (pesan, rima, dan pilihan kata) dari puisi rakyat (pantun, syair, dan bentuk puis...