Hidup
selalu dipenuhi kejutan-kejutan. Hal-hal yang tidak terduga seringkali
menghampiri. Jika sudah begini, kadang apa yang sudah kita rencanakan bisa saja
buyar. Gagal total. Tak sesuai kenyataan.
Kita mungkin saja sudah menyusun
rencana-rencana hidup ke depan dengan penuh kecermatan. Membuat daftar ‘hal
yang akan kita lakukan’ dari A hingga Z, dengan tekad akan menuntaskannya. Kita
juga mungkin sering membuat ‘daftar mimpi’ yang ingin kita capai. Lalu dengan
semangat, juga tekad yang tak terpatahkan, kita berusaha keras untuk mewujudkan
semua ‘mimpi’ yang telah kita tuliskan.
Tetapi, seperti yang tadi telah kukemukakan,
hidup seringkali penuh dengan kejutan. Tidak semua yang sudah kita rencanakan
akan berjalan seperti yang kita harapkan. Jika itu yang terjadi, apa yang akan
kau lakukan? Apakah kau akan terpuruk menyesali keadaan? Atau kau akan memaki
dirimu sendiri? Atau yang lebih serius lagi, menyalahkan Tuhan?
Seorang kawan dalam sebuah obrolan
ringan berkata bahwa kita perlu memiliki rencana cadangan. Rencana ke dua dalam
menjalani kehidupan. Kau boleh saja menyebutnya plan B, plan C atau apapun.
Setelah
kupikir-pikir, sepertinya aku setuju. Rencana ke dua akan sedikit membantumu keluar
dari kebuntuan. Mengobati sedikit kekecewaan
atas suatu kegagalan. Atau yang lebih penting, rencana ke dua akan menahanmu
untuk tetap bertahan mencapai tujuan, walau dengan jalan yang berbeda.
Katanya,
dia, temanku itu, selalu memiliki rencana ke dua dalam setiap langkah hidupnya.
Misalnya, saat ini dia sedang menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
yang katanya itu dilakukannya sebagai ancang-ancang jika kelak dia merasa jenuh
dengan pekerjaannya yang sekarang. Pendidikan yang dia jalani saat ini, akan
memungkinkannya beralih ke jenis profesi lain, jika suatu saat diperlukan.
“Mungkin
kita merasa nyaman dengan profesi kita saat ini,” Katanya padaku saat itu, “Tetapi
apakah itu akan berlangsung selamanya? Bisa saja kan, suatu saat kita merasa
bosan. Atau bahkan, keadaan memaksa kita meninggalkan pekerjaan ini.”
Aku
termenung sejenak saat itu. Bahwa masa depan tak sepenuhnya bisa kita pastikan,
itu sudah kupahami sebelumnya. Juga, bahwa kehidupan kadang tak selalu seperti
yang kita inginkan, juga sudah kuyakini bahwa itu benar. Tetapi memikirkan bahwa
suatu saat, aku akan meninggalkan profesiku yang sekarang, dan beralih pada
profesi lain, sepertinya hanya samar-samar pernah melintas dalam pikiran. Tak pernah
kupikirkan dengan serius. Malah, hal yang sering kubayangkan adalah aku yang
akan terus menjalani profesiku ini hingga kelak masa baktiku selesai.
Tetapi
melihat kesungguhannya saat mengatakan hal itu, mau tak mau aku pun jadi ikut
memikirkan rencana ke duaku jika tidak lagi menjalani profesi ini. Coba tebak,
apa yang kemudian aku pikir akan kulakukan? Percaya atau tidak, kalau aku
berpikir untuk memilih jalan pedang dengan menulis? Errr... Jalan pedang atau jalan pena, ini ya?
Tolong
jangan tertawa seperti itu. Aku tahu kemampuan menulisku masih receh sekali. Tetapi
itu bukan halangan, bukan? Aku akan mulai mempersiapkan rencana ini dengan
lebih serius. Jika kawanku itu sampai menempuh pendidikan yang lebih tinggi
sebagai bentuk persiapan untuk rencana ke duanya. Maka aku akan serius mengasah
kemampuan menulisku sebagai persiapan rencana ke duaku itu.
Hei!
Sudah kubilang jangan mentertawaiku seperti itu. Hmmm… daripada kau tertawa
saja, bagaimana kalau kau katakan padaku, apa rencana ke dua yang pernah terpikir
di kepalamu?
Ngamprah,
5 November 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar