Alhamdulillah… akhirnya Baby
Azkiya sudah tidur. So, emaknya bisa meneruskan menulis. Memang hari ini saya
sedang semangat menulis. Biasa, semangat akhir pekan. Hahaha…
Kali ini saya akan kembali
memposting lanjutan dari puisi karya sahabat saya Puspasari. Kebetulan beberapa
waktu yang lalu Puspa mengirimi saya file yang berisi puisi-puisinya. Puisi-puisi
cinta miliknya untuk lebih tepatnya. Ada empat puluh lima judul puisi yang
terdapat di file itu. Saya membaginya menjadi tiga bagian untuk ditampilkan di
blog ini. Puspa sendiri setuju saat saya meminta izinnya untuk mempublish
puisi-puisinya ini. Dan inilah akhirnya, Puisi-puisi Puspasari Bagian ke dua. Bagi Anda peminat puisi, selamat menikmati ^_^
*Untuk puisi-puisi Puspasari
bagian pertama bisa Anda baca di sini
Di Ruang Sepi Ini
Dalam sepiku ia mengetuk pintu
suara ketuknya bagai lagu
mengisi kesepian purba
yang lama kehilangan nada
kemudian bagai keajaiban
ruang menghangat saat ada jabat
juga derai tawa yang nikmat
melengkapi kekaguman
sampaikan salam rinduku untuk tawanya
katakan
aku siap menampungnya
di ruang sepi ini
19
Mei 2005
Kembali Dibodohi
Banyak yang kutunggu
hampir mati rasa meresah
kabar belum juga turun
waktu kian menikam
siang menuju malam
menakutiku
kembali lagi menunggu
kepastian belum pasti
hati dicabik benci
aku kembali dibodohi
19
Mei 2005
Yang Seperti Pelangi
Kini kusadari
Hanya engkaulah yang seperti pelangi
Terlalu entah untuk dinanti
Datang dan pergi
Hadirmu tak memberi isyarat
Kembali menggali
Rindu yang tak beralamat
19 Mei 2005
Izinkan Aku Menemuimu
Aku terjebak dalam cinta sesat
tak mampu berdiri setelah terpelesat
menikmati sakit di dalamnya
lalu waktu mengumpulkan pilu
begitu dahsyat melaknat
membuat luka itu kian tersayat
aku kian sekarat
terlalu merindu pulang
tapi jalan begitu gelap
membujukku kembali lelap
aku sungguh ingin pulang
kembali menuju alurku
meski belati menghujamku
izinkan aku menemuimu
19 Mei 2005
Senja Jingga
Kali ini tentang jingga yang selalu membuatmu terpana
ketika sinar emas mentari terus saja menari
di senja yang selalu menyihir perempuan
menjadi bidadari-bidadari sunyi
setelah turun dari tangga pelangi
menunggu pangeran kegelapan
membawa kereta menuju kastil
untuk saling menghisap luka candu
yang kian merambat serupa perdu
19 Mei 2005
Kematian Itu Telah
Datang Begitu Lama
Ada yang telah patah bersama gugur daun-daun
masuk dalam retakan tanah merah
belajar menyekap luka
kematian itu telah datang begitu lama
tapi matahari telah membuat silau mata lelaki
hingga nafas masih menghembus
diantara gemuruh napsu
yang datang disetiap jengkal waktu
saat mata nanar dalam binar
melupakan dunia yang terus berputar
19 Mei 2005
Tadzabur
Sore ini selalu namamu
Memenuhi semesta
Dalam keentahan langit
Warna pelangi begitu ceria
Membentuk labirin diangkasa
Menunggu gerimis turun
Memberi kesejukan atas galau
Sore ini telah membuatku terpukau
Saat cahayanya begitu silau
19
Mei 2005
Menemuimu
Menemuimu ternyata tidak pecahkan rindu
Malah bunga-bunga seperti saat purnama
Merekah dalam cahaya teduh
Menggugurkan gelap malam yang pasi
Ingin tetap seperti ini
Hanyalah mimpi yang jatuh
Berserak saat pagi tiba
Adalah manusia
Kesetiaanku terlampau rapuh
Rentan patah dan jatuh
19
Mei 2005
Irama
Aku menyukai irama ini
Asyik ini jangan kau bilang klasik
Biarkan aku setia pada masa lalu
Juga kejujuran tentang rasa yang berlagu
Pejamkan saja matamu
Melangkah dengan nurani
Maka akan kau temukan arahmu
Dengan peta yang telah jadi pelita
19
Mei 2005
Begitu Likat
Keasingan ini begitu likat
seperti cokelat yang berkarat
kemudian lumer dihantam hari
bahkan cair menuju bahari
ombak semakin galak
pecahkan diri ingin menolak
keresahan yang begitu tenang
mengendap di hamparan karang
13
Mei 2005
Sebelum gemuruh
kembali datang
Gemuruh asing menerobos ke lorong-lorong sunyi
melayang menuju kehampaan jalan
tak ada ujung yang mengepung
membiarkannya pecah dalam kebosanan
perasaan sakit hinggap di palung
menatap luka yang meronta
ingin memetik kata
mengisi ruang yang begitu gersang
sebelum gemuruh kembali datang
13
Mei 2005
Kabar matahari
Bagaimana kabar matahari kala senja
pernahkah singgah rasa kehilangan
setiap kali ia tenggelam
pasrahkan dirinya pada malam
malam yang anggun
dengan tatap teduh sang rembulan
pernahkah juga dirindukan
ketika pagi memberikan cerahnya
ia tengelam
pasrahkan dirinya pada pagi
Bandung,
2002
Untukmu
Begitukah inginmu
Akan kucoba pahami dengan sabar
Dan semua kata ini
Adalah kebenaran
Bahwa aku akan selalu belajar
Terimalah aku
Yang menyetiakanmu didetiap sabtu
Tapi jika ini belum cukup
Mimpiku tak akan menguncup
Selama kau tak meredup
19
mei 2005
Menanti jadi pilihan
Matahari menggeliat
Lalu tersenyum hangat
Aku pun merapat
Berjemur di barisan doa
Merelakan diri tersirami cahaya
Kupersembahkan kesetiaan
Menanti jadi pilihan
Kuharap kau biarkan
Berikan aku kesempatan
25
Oktober 2009
Musnah
Kebisingan di luar merembes pada celah-celah sepi
Hinggap melantunkan melodi yang kacau
Aku menari menggeliatkan kekacauan
Dan udara menguburnya pada raib
Kembali sepi dan sepi
Sepi bersilaturahmi dengan duka
Setia senandungkan sendu
Duka tak terjamah olehku
Kemudian mengalir sungai air mata atas derita
Membawaku pada laut
Isakku menyelami darah
Yang karam ke dasar tegar
Aku menjadi ikan di samudera
Membentur karang
Berserak seperti abu
Musnah
Tak lagi terjamah
4
Oktober 2004